DAFTAR PILIHAN PUISI (PILIH SALAH SATU)
- Dec 12, 2019
- /
- FIRST 2020
- /
- Salshabila Nadya
- 264
GUGUR
Karya W.S Rendra
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
Pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
Luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
Susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
Menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
Lima pemuda mengangkatnya
Di antaranya anaknya
Ia menolak
Dan tetap merangkak
Menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
Mautpun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya
Ia berkata
“Yang berasal dari tanah
Kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
Tanah ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan
Bumi yang menyusui kita
Dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang
Ia adalah bumi waris yang akan datang
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:
“lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah
Kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
Seorang cucuku
Akan menacapkan bajak
Di bumi tempatku berkubur
Kemudian akan ditanamnya benih
Dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
“alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
Ketika menutup matanya
Republik Siapa
Karya Rahmad Sanjaya
Membaca sejarahmu Indonesia
Adalah gemahripah loh jinawi kata jong java
Menukilmu Indonesia adalah patriotis anak
bangsa yang siap mati demi sangsaka
Merenungmu Indonesia adalah
fatwa-fatwa sejarah
Yang kian remuk di atas
kepentingan demi kepentingan
Ini republik siapa
Ungkapan maju terus pantang mundur
Atau pekik merdeka yang dapat
membangkitkan
rasa cinta pada negeri
Kian terpojok pada dataran sunyi
diantara siang dan malam
Mungkin engkau terlalu mengada-ada tuan
Lihatlah wajah separuh dari jagat nafas
anak negeri
Yang mengaga dalam perut lapar
dan kesengsaraan
Lihatlah separuh dari kekuasaanmu
Yang diburu KPK dan dihujat
di jalan-jalan protokol
Lihatlah separuh dari kebijakanmu
Yang menerbitkan malapetaka yang
tak pernah sirna dari berbagai pelosok nusantara
Ini republik siapa
Berondong bencana, duka lara silih berganti
Engkau tetap mengaku Indonesia
tanah airmu tanah tumpah darahmu
Namun disana kau berdiri
menggorok leher putra-putri kami
Menyiksa ayah dan ibu kami
Menaikan harga sekehendak hati
Sambil berkilah ini demi stabilitas negeri
Bukan reputasi pribadi ujarmu
dalam sebuah mimbar di televisi
Ini republik siapa
Aku mengerutkan kening dan menatapmu tajam disaat
Jaksa dan hakim berotak culas mempermalukan hukum
Ketika wakil rakyat hanya membela diri sendiri dan partainya
Disaat Kpk ciut terhadap orang-orang berbedil
Hingga pemerintahan busuk di tiap provinsi dan kabupaten
Mengkhianati rakyat dalam selubung satpol PP
Bakar, injak, paksa, gusur dan habisi bila perlu
Sementra dipinggir jalan
Polisi tak lagi mengatur lalin sebab takut kehilangan ladang jajan
Yang lebih memilukan maling jemuran langsung dihukum dor tanpa perbal
tapi tikus-tikus pencuri bebas berkeliaran sengaja di biarkan
Dan semakin kompaklah mereka ketika kepala negaranya sangat hobi menaikan BBM
Lengkaplah penderitaan ketika kesalahan menjadi benar dalam hukum-hukum republik
Tuhan
Pantaslah Engkau beri bencana di tanah ini
Tak habis-habis, tak putus-putus
Kesengsaraan menggeliat bagai bayi mungil yang mengompol di malam buta
Tak habis-habis dan tak mau sirna.
Jakarta Mei 2008
Sembahyang Rerumputan
Karya Ahmadun Yosi Herfanda
Walau kau bungkam suara azan
Walau kau gusur rumah-rumah tuhan
Aku rumputan
Takkan berhenti sembahyang
:inna shalaati wa nusuki
Wa mahyaaya wa maati
Lillahi rabiil’alamin
Topan menyapu luas padang
Tubuhku bergoyang goyang
Tetapi tetap teguh dalam sembahyang
Akarku yang mengurat di bumi
Tak berhenti mengucap shalawat nabi
Sembahyangku sembahyang rumputan
Sembahyang penyerahan jiwa dan badan
Yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
Sembahyang ku sembahyang rumputan
Sembahyang penyerahan habis-habisan
Walau kau tebang aku
Akan tumbuh sebagai rumput baru
Walau kau bakar daun-daunku
Akan bersemi melebihi dulu
Aku rumputan
Kekasih tuhan
Di kota-kota disingkirkan
Alam memeliharaku subur di hutan
Aku rumputan
Tak pernah lupa sembahyang
: sesungguhnya shalatku dan ibadahku
Hidupku dan matiku hanyalah bagi Allah sekalian alam
Pada kambing dan kerbau
Daun-daun hijau kupersembahkan
Pada tanah akar kupertahankan
Agar tak kehilangan asal keberadaan
Di bumi terendah aku berada
Tapi zikirku menggema
Menggetarkan jagat raya
: la ilaaha illallah
Muhammadar Rasulullah
Aku rumputan
Kekasih tuhan
Seluruh gerakku
Adalah sembahyang
Kepada Kawan
Karya Chairil Anwar
Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,
Mencengkeram dari belakang ‘tika kita tidak melihat’
Selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa
Belum bertugas kecewa dan gemetar belum ada
Tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam
Layar merah berkibar hilang dalam kelam,
Kawan, mari kita putuskan kini di sini :
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!
Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam
Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat
Tidak minta ampun atas segala dosa
Tidak memberi pamit pada siapa saja!
Jadi
Mari kita putuskan sekali lagi
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi :
Tikamkam pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu
Membaca Tanda-tanda
Karya Taufiq Ismail
Ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan dan meluncur
lewat sela – sela jari kita
Ada sesutu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merindukannya
kita saksikan udara abu-abu warnanya
kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari
hutan kehilangan ranting
ranting kehilangan daun
daun kehilangan dahan
dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak asam arang
dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru
kita saksikan gunung memompa abu
abu membawa batu
batu membawa lindu
lindu membawa longsor
longsor membaawa air
air membawa banjir
banjir membawa air
air mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah,
kami telah membaca gempa
kami telah disapu banjir
kami telah dihalau api dan hama
kami telah dihujani abu dan batu
Allah,
Ampuni dosa-dosa kami
beri kami kearifan membaca
seribu tanda-tanda
karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami
mulai merindukannya